Friday, July 17, 2020

Cadl dan Olok-Olok Diktator


Dimuat di Radar Cirebon edis Sabtu, 18 Juli 2020.


Judul               : Cadl (Sebuah Novel Tanpa Huruf E)
Penulis             : Triskaidekaman
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Terbit               : Maret, 2020
ISBN               : 978-602-06-3958-1
Tebal               : 300 Halaman


Untuk kasih hormat pada buku, maaf, ulasan ini ditulis tanpa Huruf Itu.

Bayangkan, ada diktator kasih kalian atur-atur urusan hidup, sampai-sampai hajat bicara pun ia pantau; huruf, kata, atau frasa pilihan dilarangnya, tanpa pilih-kasih kita punya nama, salah adalah salah, hukuman di hadapan mata kalau kita langgar itu aturan. Batas-batas itu adalah nyata. Kita tahu satu-dua ada adikuasa lakukan praktik macam itu di bawah kolong langit ini. Dan hampir pasti, hidup macam itu sungguh bukan yang kita harapkan, adanya batasan jadikan kita acap sukar ambil langkah. Kita takut dan was-was. Bayangan hukuman cukup jadi muasal rasa-rasa itu.

Praktik macam itulah yang dirasakan warga Wiranacita. Hidup itu orang-orang dilingkupi ragam maklumat rumit dan tak masuk akal. Bagaiman mulanya? Nah, di sinilah ada satu nama yang canangkan ragam aturan bagi rakyatnya itu, dan ia adalah Zaliman Yang Mulia. Ditaktor ini limpahkan aturan, bahwa Huruf Itu—maksudnya vokal yang bisa dibaca pakai dua cara: taling dan biasa—dilarang ada dalam wujud apa pun, baik surat, buku, iklan, bahkan spanduk di pinggir jalan.

“Ini tidak bisa ditunggu lagi, Ivan. Kita akan umumkan maklumat itu siang ini. Huruf Itu harus musnah dari bumi ini. Tidak bisa tidak.” Inilah titah yang disampaikan pada tangan kanannya, Ivan Barbarov.

Ihwal maklumat tadi, itu adalah lanjutan dari aturan dilarangnya kata makian, frasa kotor, dan nama binatang dalam akta lahir warga Wiranacita.  Apa mulanya? Ini adalah masalah masa lalu dari Zaliman Yang Mulia, ia punya kaitan sama huruf dan kata-kata itu.

Dan tak makan waktu lama, aturan lain datang. Kali ini adalah maklumat yang punya hubungan sama buku puisi. Usut punya usut, buku puisi karangan Bagus Prihardana yang punya judul Cadl ini, dinilai sangat bisa datangkan bahaya bagi adikuasa Zaliman Yang Mulia. Maka, diutusnyalah Sang Ajudan Baca Tulis yang juga tangan kanannya—Ivan Barbarov—untuk cari dan musnahkan ini buku, turut pula dihukum siapa saja yang didapati miliki buku itu. Tiang gantungan jadi ganjarannya.

Dimulai dari sana, masalah buku puisi tadi jadi motor utama kisah di dalam buku ini. Dituturkan dalam anggitan yang acak, pindah-pindah dari tahun satu, lalu tahun lainnya, kisah dari tokoh satu, lalu tokoh lainnya, rahasia pun lamat-lamat dikuakkan sampai tokoh utama muncul dan masuk dalam kisah. Dan ia adalah Lamin Lanjarjati, laki-laki biasa yang masuk dalam putaran politik antara Zaliman, buku puisi, dan konspirasi.

Laki-laki itu awalnya tak tahu apa pun, tapi tatkala di satu waktu ia dihadapkan sama citra buku puisi itu, ia tak bisa tahan gairah tanya dalam dirinya. Ia buru buku puisi itu. Mati-matian ia upayakan kulik siapa itu si Bagus Prihardana.

Omong-omong, apa dampak yang dibawa buku puisi itu, sih? Muatannyalah yang jadi masalah, buku itu punya daya untuk bangkitkan darah dalam tubuh rakyat Wiranacita. Alhasil, itu buku masuk dalam Buku-buku Kiri, yang bisa datangkan bahaya, pula artinya buku-buku yang amat dilarang Zaliman Yang Mulia. Ditakutkan, itu bisa jadi api yang bakar jiwa-jiwa rakyatnya, yang sangat mungkin lakukan makar dan gulingkannya dari kursi pimpinan.

Adapun hal lain yang buat Zaliman khawatir, juga tadi disinggung di awal, buku puisi itu punya ikatan sama masa lalunya. Dan ia tak mau itu rahasia bocor dihadapan rakyatnya. Maka, tahunan ia buru buku puisi itu. Ia libatkan pasukan Pasukan Baju Hijau yang tak pandang bulu dalam misi untuk capai tujuan tuannya. Ia pula yang dilawan Lamin malang itu. Laki-laki yang punya bisnis pisang itu tak sadar, ia sudah masuk intrik pimpinannya yang rumitnya bak jahitan kain.

Itulah, gambaran inti dari buku ini, yang baru satu usia jagung dipaparkan. Aslinya, ada banyak tokoh yang dilibatkan. Orang-orang ini punya kaitan tak diduga satu sama lain. Yang ditubrukkan oleh kuasa bobrok, ironi masyarakat miskin ilmu, dan konspirasi politik busuk yang kasih rugi banyak pihak.

Tak bisa dimungkiri, buku ini bisa dipandang buat olok-olok bagi adikuasa diktator di dunia nyata. Dan soal Wiranacita, ini agaknya satir bagi kuasa pimpinan kita. Adikuasa yang kasih kita naungan ini kan tak lurus-lurus saja, bahkan ada satu masa yang bobroknya tak kira-kira. Mari kita ingat-ingat lagi, ada orang-orang yang dihilangkan paksa, larangan Buku-buku Kiri, abdi pimpinan yang kasih tabur kabar hoaks, masyarakat yang darahnya mudah dididihkan, dan rasa frustrasi atas laku kuasa yang ujung-ujungnya bikin orang bunuh diri, adalah bagian-bagian dari hal bobrok yang di satu masa—atau masih—kita hadapi.

Ada pula, sindirian bagi kita yang tak buka mata soal ilmu dan bahasa. Itu dituangkan dalam jalinan kisah. Pun alusi tokoh Ivan Barbarov, yang jadi Sang Juru Baca dan Tulis, akan wajar bila di dalam otak kita, muncul tokoh yang dalam ilmu bahasa kita tak asing itu. Laiknya bandul yang kasih goncang diri, kita pandang upayanya dalam kisah buku ini, dan sadar agaknya mirip sama yang ada di dunia nyata.

Akhirnya, yang malang musti tunduk sama yang punya kuasa. Lalu yang adikuasa, toh waktu tak diam saja, ada hantu-hantu masa lalu yang bisa jadi racun dan tumbangkan lamat-lamat ia dalam lautan rasa salah. Kuasa manusia bak roda yang tak ada ujung. Hilang satu, ada orang lain bisa gantikan lagi. Walaupun, suka sial pula rakyatnya dapat pimpinan yang tak punya ilmu dan kapabilitas buat jadi pimpinan yang baik. Ya, itu bisa kita lihat dari buku yang ditulis tidak biasa ini.
Share:

0 comments:

Post a Comment