Thursday, August 6, 2020

Perang dan Permenungan Kehidupan


Dimuat di Kedaulatan Rakyat edisi Selasa, 4 Agustus 2020.

Catatan: Ini versi sebelum dipangkas oleh redaksi.

Judul               : Lupakan Aleppo

Penulis             : Paola Salwan Daher

Penerjemah      : Lisa Soeranto

Penerbit           : Marjin Kiri

Cetakan           : Juni 2020

Tebal               : 110 Halaman

ISBN               : 978-979-1260-98-5

Kita tahu, perang membawa hal-hal buruk. Bagi korban yang didera peperangan, konflik itu merenggut banyak hal, dari mulai harta sampai nyawa keluarga. Untuk itu, bila ada kesempatan untuk dapat melarikan diri, mereka memilih untuk lari dan pergi. Namun, sekalipun mereka berada di tempat baru, perang pun tak seluruhnya berhenti. Ia bukan hanya tergelar di muka bumi, melainkan pula di medan yang tak kalah mengerikan: Pikiran. Dengan latar belakang dan masa lalu demikian, orang-orang inilah yang coba dihidupkan dalam napas para tokoh di dalam novel seorang penulis Lebanon, Paola Salwan Daher, yang bertajuk Lupakan Aleppo ini.

Berlatar sebuah kota tua di Suriah, Aleppo, novel ini mengisahkan tiga tokoh utama: Abu Nuwas, Noha, dan Shirine. Tentang ketiganya, penulis bukan saja merepresentasikan mereka yang hidup dengan latar belakang peperangan, melainkan pula tentang kondisi rumah tangga dan masyarakat yang tak sehat, penuh dusta dan kemunafikan. Lebih dekat lagi, menyoal peperangan ada pada diri Abu Nuwas dan Shirine. Dan kota Aleppo, mereka pilih menjadi medan pelarian mereka dari perang di negeri asal, Lebanon dan Palestina. Sebagai kiat berdamai dengan masa lalu, Abu Nuwas memilih tinggal di atap bangunan, menjadi khechech hamen atau pawang burung merpati, sebab dalam suara keriuhan kepak-kepak sayap itulah ia bisa menemukan ketenangan.

Sementara itu, Shirine memilih menjadi pemandu wisata di kota tersebut. Di tengah masyarakat yang memandangnya sinis, sebab ia dipandang sebagai perempuan tipikal pemberontak, Shirine mencoba menjalani hari-harinya. Adapun mengenai Noha, tidak lain, ia adalah tetangga Shirine. Dan berkebalikan dengan Shirine, Noha adalah perempuan yang merepresentasikan istri di rumah tangga tak harmonis, penuh dusta, dan kemunafikan.

Jarak antara balkon apartemen mereka yang dekat, kebiasaan keduanya berdiri di sana seorang diri, dengan perang di kepala masing-masing, lambat laun pun memunculkan rasa penasaran satu sama lain. Namun, butuh waktu yang lama bagi mereka untuk menautkan hubungan dalam tegur sapa. Dan di sini, penulis menyisipkan lagu-lagu Ziat Rahbani sebagai perantara. Saban pagi, Shirine memutar lagu tersebut, dan Noha yang dapat mendengarnya dengan jelas, merasa lirik dari lagu itu cocok dengan perasaannya. Diam-diam, ia menyukainya dan berdiri lebih lama di balik jendela ketika lagu itu diputar. Dan itu disadari oleh Shirine, hingga di satu kesempatan ia menawari CD dari penyanyi tersebut. Itulah mula dari interaksi keduanya.

Dari situ, novel pun bergerak dalam subtil interaksi tokohnya yang ingin merdeka di ranahnya sendiri-sendiri. Novel ini pun menunjukkan kepada kita soal hubungan yang didasari atas kesepian tokoh-tokohnya. Dengan penderitaan dan perangnya, upaya berdamai dengan masa lalu, dan pencarian alasan yang mengharuskan mereka untuk terus melanjutkan hidup. Penulis secara baik menyoroti dampak peperangan lewat sudut pandang yang tampak dekat, dari kehidupan segelintir korbannya. Hal ini hidup dalam konflik batin Shirine dengan masa lalunya bersama lelaki yang dicap pengkhianat oleh negaranya, pun dalam keseharian Abu Nuwas yang tenggelam dalam kepak-kepak sayap merpati sembari memperhatikan hubungan kedua perempuan itu.

Strategi yang dipakai pun menambah peleburan antara pembaca dengan kisahnya dapat terjalin secara baik. Penceritaan atas suara masing-masing tokohnya terbaca tepat untuk kisah di dalam novel ini. Dibangun atas narasi dan monolog yang dominan, novel ini mengisap pembaca untuk masuk terus dalam pergulatan batin dan pikiran Shirine, Noha, dan Abu Nuwas, alih-alih mendengkus sebal sebab terbaca membosankan sepanjang kisah.

Boleh dikatakan, ini novel yang baik bagi mereka yang ingin mengetahui permenungan tentang kehidupan. Sebab dalam terjalinnya sebuah hubungan yang acap sederhana, seperti sekadar tegur sapa, bagi sebagian orang itu bisa amat sulit untuk dilakukan. Ada banyak alasan, pertimbangan, dan ketakutan yang membayangi mereka. Kekuatan untuk melakukan itu, atau sedikit pemberontakkan atas keadaan dirinya, sukar mereka dapati. Dan keberadaan orang lain bisa demikian berpengaruh atas jalan keluar dan pilihan hidup yang dapat diambil. 

Share: